Makalah Atresia Ani

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada neonatus sakit dengan atresia ani secara menyeluruh dan terdapat keterpaduan dengan pendekatan manajement kebidanan menurut Varney.


1.2.2 Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswi Akademi Kebidanan mampu :
1. Melakukan penkajian pada neonatus dengan atresia ani
2. Mampu merumuskan diagnosa pada neonatus dengan atresia ani
3. Mengantisipasi masalah potensial pada neonatus atresia ani
4. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada neonatus dengan atresia ani
5. Mengembangkan rencana sesuai rencana
6. Melakukan tindakan sesuai rencana
7. Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
Dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan atresia ani ini diharapkan dapat memperoleh informasi dalam mengembangkan teori dalam penanganan bayi baru lahir dengan atresia ani yang lebih maksimal.
1.3.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Ibu Bersalin
Merupakan tambahan pengetahuan ibu tentang bayi baru lahir dengan atresia ani sehingga ibu dapat menerapkannya dalam perawatan bayi sehari-hari.
2. Bagi Institusi
Untuk memperbanyak dan memperluas ilmu pengetahuan khususnya pada mata kuliah asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani.
3. Bagi Tenaga Kesehatan ( Bidan )
Memberikan masukan pada bidan untuk dapat memberikan informasi sesuai hasil asuhan pada bayi baru lahir dengan atresia ani kepada bayi baru lahir yang diasuhnya.



BAB II
TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi Bayi Baru Lahir Normal (BBL)
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran. ( Saifuddin, 2002)
Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu. (Donna L. Wong, 2003)
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram. (Dep. Kes. RI, 2005)
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat. (M. Sholeh Kosim, 2007)

2.2 Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Normal
a. Berat badan 2500 – 4000 gram
b. Panjang badan 48 – 52 cm
c. Lingkar dada 30 – 38 cm
d. Lingkar kepala 33 – 35 cm
e. Frekuensi jantung 120 – 160 kali/menit
f. Pernafasan ± 30 - 60 kali/menit
g. Kulit kemerah – merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
i. Kuku agak panjang dan lemas

j. Genitalia :
- Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
- Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan

2.3 Nilai APGAR score
Nilai APGAR score 1ʹ/5ʹ/10ʹ, 20ʹ
No Aspek yang dinilai 1ʹ 5ʹ 10ʹ 20ʹ
1.
2.
3.
4.
5. Pernafasan
Denyut Jantung
Refleksi
Tonus otot
Warna kulit 2
2
2
2
2 2
2
2
2
2 2
2
2
2
2 2
2
2
1
2
Jumlah 10 10 10 9

Penilaian hasil
Asfiksia ringan : 7 – 8
Asfiksia sedang : 4 – 6
Asfiksia berat : 1 – 3




2.4 Pengukuran Antropometri
a. Pengukuran antropometri
- Cirkumferensia :
o C. Fronto – occipitalis : 34 cm
o C. Mento – occipitalis : 35 cm
o C. Suboksipito- bregma : 32 cm
- Ukuran diameter
o D. Occipito – Frontalis : 12 cm
o D. Mento – occipito : 13,5 cm
o D. Suboccipito – bregma : 9,5 cm
o D. Biparietalis : 9,25 cm
o D. Bitemporalis : 8 cm
- LIDA : 30 – 38 cm
- LIKA : 33 – 35 cm

2.5 Refleks – Refleks Fisiologis Pada BBL Normal
a. Mata
1. Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba – tiba atau pada pandel atau obyek kearah kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya kerusakan pada saraf cranial.
2. Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang hidup.
3. Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan mata menutup dengan rapat.
b. Mulut dan tenggorokan
1. Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral sebagai respon terhadap rangsangan, reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
2. Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
3. Rooting
Menyentuh dan menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikkan kepala kearah sisi tersebut dan mulai menghisap, harus hilang pada usia kira – kira 3 -4 bulan
4. Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup
5. Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar harus menghilang pada usia 4 bulan
6. Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari pertama lahir
c. Ekstremitas
1. Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar kaki menyebabkan fleksi tangan dan jari
2. Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar kearah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorso fleksi
3. Masa tubuh
a) Reflek moro
Kejutan atau perubahan tiba – tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi ekstrimitas yang tiba –tiba serta mengisap jari dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk “C” diikuti dengan fleksi dan abduksi ekstrimitas, kaki dapat fleksi dengan lemah.
b) Startle
Suara keras yang tiba – tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku tangan tetap tergenggam

c) Tonik leher
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah sisi, lengan dan kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi.
d) Neck – righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang tubuh membalik kearah tersebut dan diikuti dengan pelvis
e) Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak kea rah sisi yang terstimulasi.

2.6 Penanganan Bayi Baru Lahir
Menurut JNPK-KR/POGI, APN, (2007) asuhan segera, aman dan bersih untuk bayi baru lahir ialah :
a. Pencegahan Infeksi
• Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi
• Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
• Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.
• Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
b. Melakukan penilaian
• Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
• Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas
• Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.

c. Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme kehilangan panas
• Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
• Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut
• Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
• Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung)
Mencegah kehilangan panas
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut :
• Keringkan bayi dengan seksama
Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
• Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Ganti handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut atau kain yang baru (hanngat, bersih, dan kering)
• Selimuti bagian kepala bayi
Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
• Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu (1) jam pertama kelahiran
• Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya enam (^) jam setelah lahir.
Praktik memandikan bayi yang dianjurkan adalah :
• Tunggu sedikitnya 6 jam setelah lahir sebelum memandikan bayi (lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi)
• Sebelum memandikan bayi, periksa bahwa suhu tubuh stabil (suhu aksila antara 36,5º C – 37º C). Jika suhu tubuh bayi masih dibawah 36,5º C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya di tempat tidur atau lakukan persentuhan kuli ibu – bayi dan selimuti keduanya. Tunda memandikan bayi hingga suhu tubuh bayi tetap stabil dalam waktu (paling sedikit) satu (1) jam.
• Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami masalah pernapasan
• Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruangan mandinya hangat dan tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan tubuh bayi dan siapkan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah dimandikan.
• Memandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat
• Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering
• Ganti handuk yang basah dengan selimut bersih dan kering, kemudian selimuti tubuh bayi secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi diselimuti dengan baik
• Bayi dapat diletakkan bersentuhan kulit dengan ibu dan diselimuti dengan baik
• Ibu dan bayi disatukan di tempat dan anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya
• Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
• Idealnya bayi baru lahir ditempatkan di tempat tidur yang sama dengan ibunya, untuk menjaga bayi tetap hangat dan mendorong ibu untuk segera memberikan ASI
d. Membebaskan Jalan Nafas nafas
Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
• Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
• Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
• Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari tangan yang dibungkus kassa steril.
• Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar.
• Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya yang steril, tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
• Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung
• Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
• Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut harus diperhatikan.
e. Merawat tali pusat
• Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
• Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.
• Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi
• Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain bersih dan kering.
• Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali pusat (disinfeksi tingkat tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitankan secara mantap klem tali pusat tertentu.
• Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
• Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klonin 0,5%
• Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik..(Dep. Kes. RI, 2002)
f. Mempertahankan suhu tubuh bayi
Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus di bungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah stabil. Suhu bayi harus dicatat (Prawiroharjo, 2002).
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermi) beresiko tinggi untuk jatuh sakit atau meninggal, jika bayi dalam keadaan basah atau tidak diselimuti mungkin akan mengalami hipoterdak, meskipun berada dalam ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah sangat rentan terhadap terjadinya hipotermia.
Pencegah terjadinya kehilangan panas yaitu dengan :
• Keringkan bayi secara seksama
• Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat
• Tutup bagian kepala bayi
• Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusukan bayinya
• Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
• Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. (Dep. Kes. RI, 2002)
g. Pencegahan infeksi
• Memberikan vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM.
• Memberikan obat tetes atau salep mata
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama persalinan, yaitu pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir.
Perawatan mata harus segera dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat
Yang lazim dipakai adalah larutan perak nitrat atau neosporin dan langsung diteteskan pada mata bayi segera setelah lahir
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi, pastikan untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi berikut ini :
• Cuci tangan secara seksama sebelum dan setelah melakukan kontak dengan bayi.
• Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan.
• Pastikan bahwa semua peralatan, termasuk klem gunting dan benang tali pusat telah didinfeksi tingkat tinggi atau steril, jika menggunakan bola karet penghisap, pakai yang bersih dan baru.
• Pastikan bahwa semua pakaian, handuk, selimut serta kain yang digunakan untuk bayi telah dalam keadaan bersih.
• Pastikan bahwa timbangan, pipa pengukur, termometer, stetoskop dan benda-benda lainnya yang akan bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih (dekontaminasi dan cuci setiap setelah digunakan). (Dep.kes.RI, 2002)
h. Identifikasi bayi
• Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu di pasang segera pasca persalinan. Alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada bayi setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi dipulangkan.
• Peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat penerimaan pasien, di kamar bersalin dan di ruang rawat bayi
• Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas
• Pada alat atau gelang identifikasi harus tercantum nama (bayi, nyonya), tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu
• Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomor identifikasi. (Saifudin,, 2002)




2.7 Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).

2.8 Etiologi Atresia Ani
Penyebab atresia ani belum diketahui secara pasti tetap ini merupakan penyakit anomaly kongenital (Bets. Ed tahun 2002)
Akan tetapi atresia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.



2.9 Patofisologi Atresia Ani
a. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
d. Berkaitan dengan sindrom down
e. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

2.10 Manifestasi Klinis Atresia Ani
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g. Perut kembung.
(Betz. Ed 7. 2002)
Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung tangan. Jika terdapat kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

2.11 Diagnosisis
a. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
b. Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
c. Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .

2.12 Komplikasi Atresia Ani
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
2.13 Klasifikasi Atresia Ani
Klasifikasi atresia ani :
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).

2.14 Penatalaksanaan Medis Atresia Ani
a. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan hemostratau skapel
b. Pengobatan
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
c. Keperawatan
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Operasi akan dilakukan 2 tahap yaitu tahap pertama hanya dibuatkan anus buatan dan setelah umur 3 bulan dilakukan operasi tahapan ke 2, selain itu perlu diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi serta memperhatikan kesehatan bayi
(Staf Pengajar FKUI. 205)

2.15 Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
- Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
- Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
- Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
















BAB III
TINJAUAN KASUS

I. Pengkajian
Pengkajian Data Tanggal 28 Desember 2010 Pukul 14.00 WIB
1.1 Data Subyektif
1. Identitas
- Nama Pasien : Bayi “S”
- Umur : 2 jam
- Jenis kelamin : Perempuan
2. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah
- Nama : Ny. “R” Tn. “F”
- Umur : 22 th 26 th
- Agama : Islam Islam
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Guru
- Alamat : Ds. D, Kec P, Kab P

3. Anamnese
a. Keluhan utama pada bayi
Petugas mengatakan bayi mengalami atresia ani dengan hasil pemeriksaan fisik setelah 2 jam pertama setelah lahir tidak ditemukaan adanya lubang anus, serta perut bayi kembung
b. Riwayat obstetri
Riwayat kehamilan terakhir :
- TT : ibu mengatakan selama hamil mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2 kali, imunisasi TT1 diberikan oleh bidan “R” sejak ibu diketahui positif hamil. Sedangkan imunisasi TT2 diberikan pada 4 minggu setelah mendapatkan imunisasi TT1
- Obat/jamu yang diminum : ibu mengatakan selama hamil hanya mengkonsumsi obat tablet Fe sebanyak 90 tablet selama hamil sesuai anjuran bidan. Tidak mengkonsumsi obat dan jamu lain
- Triwulan I : ibu mengatakan pada kehamilan selama 3 bulan pertama melakukan 3 kali kunjungan di BPS bidan “R” dengan keluhan mual dan muntah berlebihan selama 2 bulan pertama kehamilan.
- Triwulan II : ibu mengatakan pada kehamilan 4 bulan hingga 6 bulan melakukan 2 kali kunjungan di BPS bidan “R” dengan tidak ada keluhan apapun.
- Triwulan III : ibu mengatakan pada usia kehamilan 7 bulan hingga 9 bulan melakukan 4 kali kunjungan di BPS “R” dengan keluhan sering kencing.
c. Riwayat Persalinan
Tanggal 28 Desember 2010 pukul 08.00 WIB. Bayi lahir normal spontan belakang kepala, ditolong leh bidan, lama persalinan kala I ± 7 jam, kala II 30 menit, kala III 5 menit, plasenta lahir lengkap, jenis kelamin bayi perempuan tidak ada lilitan tali pusat, BB : 3200 gr, PB : 50 cm, 2 jam post partum perdarahan ± 200 cc








1.2 Data Obyektif
b. Keadaan bayi
Nilai APGAR score 1ʹ/5ʹ/10ʹ, 20ʹ
No Aspek yang dinilai 1ʹ 5ʹ 10ʹ 20ʹ
1.
2.
3.
4.
5. Pernafasan
Denyut Jantung
Refleksi
Tonus otot
Warna kulit 2
2
2
2
2 2
2
2
2
2 2
2
2
2
2 2
2
2
1
2
Jumlah 10 10 10 9

BB lahir / sekarang : 3200 gr / 3200 gr
PB lahir / sekarang : 50 cm / 50 cm
LK lahir / sekarang : 34 cm / 34 cm
Keadaan sekarang : dengan atresia ani
Pernapasan : 45x / menit
Nadi : 140x / menit
Suhu : 36,7º C
Tonus otot : pada nilai AS “1”
c. Keadaan umum
TTV :
- Pernapasan : 45x / menit
- Nadi : 140x / menit
- Suhu : 36,7º C
- BB : 3200 gr
- TB : 50 cm

d. Pola kebutuhan sehari-hari
1. Nutrisi : bayi belum sudah sedikit minum ASI
Masalah : tidak ada masalah pada menyusui
2. Istirahat dan tidur : bayi belum tidur selama 2 jam setelah lahir
3. Eliminasi : BAK : bayi 1 kali BAK
BAB : bayi belum BAB
Masalah : bayi mengalami atresia ani
4. Aktivitas : bayi melakukan dengan gerakan beberapa
gerakan halus
5. Personal higiens :
Mandi : bayi belum dimandikan semenjak lahir
Ganti baju : ganti baju setiap baju/kain basah
Perawatan mata : selama lahir baru diberikan profilaksis mata
Mulut : dibersihkan dengan kapas DTT
Hidung : dibersihkan dengan kapas DTT
Telinga : belum dilakukan perawatan
Perawatan kulit : belum dilakukan perawatan
Perawatan genetalia : dibersihkan dengan menggunakan kapas DTT
Mencuci rambut : belum dilakukan perawatan rambut
Perawatan tali pusat : dibalut dengan kasa steril
e. Pemeriksaan fisik
- Kepala
Inspeksi : penyebaran rambut rata, tidak ada kelainan bentuk kepala seperti makroshepal / hidrosephalus, mikrosephalus, sephal, warna rambut hitam
Palpasi : pada ubun-ubun besar terdapat 4 sutura diantaranya S. Frontalis, S. Sagitalis, 2 S. Koronalis. Pada ubun-ubun kecil terdapat 3 sutura diantaranya S. Lamboideus kanan & kiri dan S. Sagitalis, tidak ada molase / penyimpangan kepala
- Muka
Inspeksi : bentuk muka bulat, tekstur kulit halus
- Mata
Inspeksi : kedudukan mata simetris, sklera ichterus, pupil bulat kecoklatan, tidak ada kelainan kongenital pada mata, tidak ada perdarahan pada konjungtiva, refleks cahaya (+) ishokor.
Palpasi : refleks glabella (+)
- Telinga
Inspeksi : kedudukan antara telinga kanan dan telingan kiri simetris dan sejajar, daun telinga terbentuk sempurna, telinga bersih, tidak ada serumen, refleks moro (+)
- Hidung
Inspeksi : septumnasi lurus, hidung bersih, lubang hidung kanan dan kiri simetris, pernapasan melalui hidung
- Mulut dan gigi
Inspeksi : mulut bersih, bibir atas dan bibir bawah simetris, mukosa lembab, tidak ada kelainan pada bibir seperti labioschisis dan labiopalatoschisis (pada palatum), lidah bersih
Palpasi : refleks rooting (+)
- Leher
Inspeksi : bentuk leher pendek, bersih
Palpasi : tidak ada pembesaran vena jugularis, teraba denyut nadi karotis, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, refleks tonik leher (+)
- Dada
Inspeksi : bentuk dada menonjol, kedudukan puting susu simetris, tampak denyut jantung, RR 45x/menit, tidak ada tarikan pada intercostalis
Palpasi : tidak ada benjolan pada area dada
Auskultasi : terdengar BJ1 Lup BJ2 Dup
Perkusi : suara paru-paru sonor
- Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak ada kelainan pada dinding perut seperti omfalokel, hernia diafragmatika.
Perkusi : tympani (kembung)
- Tali pusat
Inspeksi : warna putih, tidak ada tanda-tanda infeksi
- Genetalia
Inspeksi : terdapat lubang uretra, terdapat lubang vagina, labia mayora sudah menutupi labia minora
- Anus
Inspeksi : anus tidak terbentuk sempurna
- Ekstremitas atas
Inspeksi : tidak ada kelainan pada jumlah jari pada tangan kanan dan kiri seperti sindaktil atau polidaktil, refleks greps (+), nadi 140x/menit
- Ekstremitas bawah
Inspeksi : antara kaki kanan dan kiri simetris, tidak ada kelainan kongenital, tidak ada kelainan jumlah jari antara kaki kanan dan kaki kiri seperti sindaktil dan polidaktil, refleks babinski (+)
- Punggung
Inspeksi : tidak ada tanda lahir, tidak terdapat spina bifida
Palpasi : refleks gallans (+)
f. Pemeriksaan refleks
- Refleks morrow : (+)
- Refleks rooting : (+)
- Refleks sucking : (+)
- Refleks tonik : (+)
- Refleks graps : (+)
- Refleks gallans : (+)
- Refleks babinski : (+)
g. Pengukuran antropometri
- Cirkumferensia :
o C. Fronto – occipitalis : 34 cm
o C. Mento – occipitalis : 35 cm
o C. Suboksipito- bregma : 32 cm
- Ukuran diameter
o D. Occipito – Frontalis : 12 cm
o D. Mento – occipito : 13,5 cm
o D. Suboccipito – bregma: 9,5 cm
o D. Biparietalis : 9,25 cm
o D. Bitemporalis : 8 cm
- LIDA : 34 cm
- LIKA : 34 cm
h. Pemeriksaan penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang


II. Interprestasi Data ( Tanggal 28 Desember 2010, Pukul : 14.15 WIB )
Diagnosa : Bayi baru lahir perempuan umur 2 jam dengan atresia ani
Data subyektif : Petugas mengatakan bayi mengalami atresia ani dengan hasil pemeriksaan fisik setelah 2 jam pertama setelah lahir tidak ditemukaan adanya lubang anus

Data obyektif :
- TTV :
RR : 45 x/menit
Suhu : 36,7 ̊ C
Nadi : 140 x/menit
- Perut kembung
- Tidak ditemui adanya lubang anus

III. Identifikasi Masalah Potensial
Atresia ani

IV. Identifikasi Kebutuhan Segera
- Colok anus
- Lakukan rujukan dengan BAKSOKU



V. Perencanaan
Tanggal : 28 Desember 2010 Pukul : 14.25 WIB
Diagnosa : Bayi baru lahir perempuan umur 2 jam dengan atresia ani
Tujuan : Selama dilakukan asuhan kebidanan selama 3 jam setelah lahir, keadaan bayi tetap baik.
Kriteria hasil :
- RR : 30 - 60 kali/menit
- Suhu : 36,5 – 37,5 º C
- Nadi : 120 - 160 x/menit
- Perut tympani
- Bayi memiliki organ anal yang lengkap

Intervensi :
- Bina hubungan saling percaya dengan keluarga klien
R/ Keluarga bisa bersikap kooperatif dengan bidan dalam melakukan tindakan asuhan kebidanan yang akan diberikan pada bayinya
- Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi anaknya
R/ Keluarga mengetahui dan memahami tentang kondisi patologis yang sedang dialami bayinya, dan dapat mengambil keputusan asuhan yang baik yang dapat diberikan pada bayinya, terutama bila dilakukan rujukan.
- Berikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu
R/ Ibu sebagai orang tua bisa besar hati dan tidak cemas dengan keadaan bayinya yang mengalami atresia ani (kelainan pada anus/organ analnya)
- Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga pasien
R/ Keluarga mengetahui tindakan-tindakan asuhan kebidanan apa saja yang berikan oleh bidan untuk menangani bayinya
- Tetap lakukaan asuhan pada bayi baru lahir dan kaji ulang indikasi keadaan bayi
R/ Bidan dapat memberi penilaian terhadap kondisi dan perkembangan yang dialami bayi, dan bayi bisa mendapatkan asuhan atau penangan sesuai dengan kebutuhan
- Lakukan pemeriksaan colok anus
R/ Jika kelainan terjadi pada letak membran anal, dengan pemerikasaan ini jari yang dimasukkan ke dalam anal bayi akan terjepit, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot dari anus
- Jangan berikan makanan apapun melalui mulut
R/ Bayi tidak mengalami inkontinen bowel akibat dari asupan makanan yang telah dicerna tidak mampu dikeluarkan melalui proses eliminasi alvinya
- Tutup organ yang menonjol dengan kasa steril yang dibasahi dengan salin normal.
R/ Organ anal yang tidak terbentuk dengan normal terhindar dari benda asing yang dapat menyebabkan terjadinya kontraindikasi dari kelainan tersebut
- Jaga bayi agar tetap hangat
R/ Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat dan tidak menyebabkan hipotermi sesaat setelah bayi lahir
- Lakukan persiapan untuk merujukan dan rujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau Rumah Sakit Khusus Bedah dengan BAKSOKU
R/ Karena atresia ani merupakan kelainan cacat kongenital yang mana diperlukan asuhan penanganan medis untuk tindakan operatif selanjunya dalam perbaikan organ anal pada bayi

VI. Pelaksanaan ( Tanggal 28 Desember 2010, Pukul : 14.40 WIB )
Diagnosa : Bayi baru lahir perempuan umur 6 jam dengan atresia ani
Implementasi :
- Membina hubungan saling percaya dengan keluarga klien
- Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi anaknya
- Memberikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu
- Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga pasien
- Melakukaan asuhan pada bayi baru lahir dan kaji ulang indikasi keadaan bayi
o Melakukan penilaian (pemeriksaan fisik dan APGAR score)
o Pencegahan Infeksi,
• pemberian neo K pada paha kiri bayi 0,5 – 1 mg IM
• pemberian obat mata eritromisin 0.5 %
o Merawat tali pusat
• Pemotongan tali pusat
• Penalian tali pusat
• Membungkus tali pusat dengan kasa steril

- Melakukan pemeriksaan colok anus
- Tidak memberikan makanan apapun melalui mulut
- Menutup organ yang menonjol dengan kasa steril yang dibasahi dengan salin normal.
- Menjaga bayi agar tetap hangat
o Keringkan bayi dengan seksama
o Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
o Selimuti bagian kepala bayi
o Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
- Melakukan persiapan untuk merujukan dan rujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau Rumah Sakit Khusus Bedah dengan BAKSOKU

VII. Evaluasi
S : Ibu atau keluarga memahami tentang kondisi bayinya
O :
o KU : Lemah
o TTV :
- RR : 50 kali/menit
- Suhu : 36,6 º C
- Nadi :140 x/menit
o Perut tympani
o Anus : tidak ditemui lubang anus ( pola pemeriksaan : dilihat apakah ada lubang atau tidak
P : Motivasi keluarga untuk melakukan rujukan
Lakukan rujukan dengan BAKSOKU






BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah meninjau kembali asuhan kebidanan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan :
Diagnosa : Bayi baru lahir perempuan umur 6 jam dengan atresia ani
Implementasi :
- Membina hubungan saling percaya dengan keluarga klien
- Menjelaskan kepada keluarga tentang kondisi anaknya
- Memberikan dukungan emosional dan keyakinan pada ibu
- Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga pasien
- Melakukaan asuhan pada bayi baru lahir dan kaji ulang indikasi keadaan bayi
- Melakukan pemeriksaan colok anus
- Tidak memberikan makanan apapun melalui mulut
- Menutup organ yang menonjol dengan kasa steril yang dibasahi dengan salin normal.
- Menjaga bayi agar tetap hangat
- Melakukan persiapan untuk merujukan dan rujuk ke rumah sakit rujukan tersier atau Rumah Sakit Khusus Bedah dengan BAKSOKU
Setelah dilakukan evaluasi asuhan kebidanan bahwa keluarga klien bersifat koperatif sehingga tidak ada hambatan dalam melakukan tindakan asuhan kebidanan pada bayi dan menindaklanjutinya dengan rujukan

4.2 Saran
4.2.1 Bagi petugas
- Membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan tentang cacat/ kelainan kongenital pada bayi baru lahir dengan atresia ani
- Lebih komprehensif dalam melaksanakan asuhan kebidanan dan mampu memberikan pelayanan kebidanan dengan menggunakan asuhan sesuai prosedure
- Dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
- Dapat saling kerja sama antara petugas kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan
4.2.2 Bagi ibu klien
- Dapat lebih kooperatif dengan petugas kesehatan
- Mendukung dan berperan aktif dalam asuhan kebidanan yang diberikan

















DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC.
Atresia Ani _ Ilmu Bedah_files/tracker.htm ( diunduh pada hari Kamis tanggal 17 Desember 2010, pukul 14.15 WIB)


 
Copyright © Echa Nuri